Story Coffee Kalosi





History Kalosi
Nama Kalosi mulai dikenal saat itu untuk menyebut nama kopi yang berasal daerah pertanaman kopi di Enrekang dan Toraja. Kalosi adalah kota kecil di Enrekang yang merupakan tempat pengumpulan kopi dari daerah sekitarnya. Kopi kemudian menjadi produk unggulan zaman Belanda dan di ekspor lagsung ke Eropa dengan nama Kopi Kalosi DP. Singkatan DP adalah menandakan kopi Kalosi diperoleh melalui sistim Dry Process.
Perdagangan kopi di Enrekang dan Toraja diatur oleh sistim pemerintahan kerajaan di kedua daerah tersebut. Masyarakat Enrekang dan Toraja sebagai daerah penghasil kopi pada saat itu banyak menerima pedagang dari daerah lain seperti dari pulau Jawa yang memasukkan bahan porselin, tenunan halus, perhiasan emas yang banyak disimpan sampai sekarang oleh turunan bangsawan tinggi. Penduduk setempat menukar barang barang tersebut dengan kopi dan biji emas (Tangdilintin, 1981).
Pada tahun 1887, Pedagang dari kerajaan Luwuk ingin memonopoli perdagangan kopi di Toraja. Raja Makale Lasokbaik atas nama para Raja di Tallulembangna Toraja (Makale, Mengkendek dan Sangalla) meminta bantuan Kerajaan Enrekang dan Si denreng untuk memaksa pedagang Luwuk m enghentikan monopoli perdagangan kopi tersebut. Pedagang kopi kerajaan Luwuk akhirnya tidak dapat mengakses lagi kopi dari Enrekang dan Toraja. (Lontarak Enrekang, 2011)
Sepuluh tahun berselang pada tahun 1898, pasukan kerajaan Bone yang di pimpin Lamaddukelleng, Panglima Bone, memasuki Toraja dan bertujuan memonopoli perdagangan Kopi di daerah Toraja dan Enrekang, Para Raja Tallu lembangna Toraja kemudian meminta bantuan ke Enrekang kembali. La Tanro Arung Buttu yang saat itu menjadi Raja Enrekang XVI dengan anggota Hadat Enrekang segera menuju ke Sillanan Mengkendek menemui utusan Panglima Bone.
La Tanro Raja Agung Enrekang mengeluarkan maklumat agar Bone tidak mencoba melalui Bamba Puang di Enrekang, Sidenreng, Wajo maupun Tanah Luwuk dalam membawa kopi. Mereka hanya dibolehkan membawa kopi melewati Alitta Pinrang. Maklumat La Tanro Raja Enrekang kemudian di patuhi oleh La Madukelleng.
Panglima Kerajaan Bone. Dua puluh hari berselang pasukan kerajaan bone meninggalkan Toraja. Perang Kopi kemudian berakhir pada tahun 1890 (Lontarak Enrekang, 2011). Pada tahun 1900an, Penyakit karat daun yang disebabkan oleh cendawan Haemileia vastatrix menyerang seluruh areal pertanaman kopi di Enrekang yang melenyapkan hampir seluruh populasi kopi arabika varietas Typica yang berada di ketinggian dibawah 1.000 mdpl. Sejak itu di areal yang ketinggiannya kurang dari 1.000 mdpl dikembangkan Kopi Robusta (C.canephora) yang relatif tahan terhadap penyakit karat daun tersebut. Setelah kemerdekaan ditahun 1950an pemerintah merilis variasi-variasi baru dari kopi Arabika yang tahan terhadap karat daun. Perkembangan yang paling pesat terjadi pada periode 1975-1983. Pada tahun 1979-1984 bersamaan dengan masuknya proyek Peremajaan dan Rehabilitasi Tanaman Ekspor (PRPTE) Departemen Pertanian, semua petani kopi mengganti tanaman kopi robusta dengan kopi arabika dengan cara sambung pucuk dengan menggunakan tanaman kopi robusta sebagai batang bawah.
Area Perkebunan
Saat ini areal pertanaman kopi arabika di Enrekang telah mencapai sekitar seluas 11.000 ha dengan total produksi sekitar 6500 ton per tahun. Varietas kopi arabika yang ditanam adalah Linie S-795, USDA, Kartika I, Kartika II dan Cattimor. Namun beberapa populasi kopi tua dari varietas tipika yang sudah berumur 300an tahun yang telah dinyatakan musnah sampai saat ini masih tersisa di daerah dengan ketinggian diatas 1500 mdpl di Kabupaten Enrekang, khususnya pada wilayah- wilayah terpencil seperti di Pojappung dan Nating yang produksinya hanya dipakai oleh petani kopi sendiri (Latunra, 2011)
Kearifan Lokal
Ada Istiadat Masyarakat Kabupaten Enrekang, dimana Enrekang ada kebiasaan penduduk, utamanya di Desa Batu Kede dan Desa Baroko, yang secara turun temurun meminum air rebusan daun kopi yang dicampur santan kelapa pada pagi dan sore hari sambil bercengkerama dengan keluarga atau tetangga. Biasanya acara minum air rebusan daun kopi ini dilaksanakan secara bergantian pada setiap rumah. Selain itu kopi di Enrekang juga digunakan sebagai pemberian atau sumbangan dalam acara-acara tertentu, misalnya pada acara perkawinan atau pada acara kedukaan. Pada acara pernikahan dan ketika seseorang meninggal dunia, maka tetangga, sanak saudara biasanya memberi sembangan, bentuknya berbagai macam , diantaranya adalah kopi yang akan dikonsumsi selama upacara tersebut.

Humanity
Kopi yang berasal dari perkebunan di Enrekang disebut sebagai Kopi Kalosi, telah dikenal dipasar dunia dengan cita rasa dan ciri khas aroma harum kopi yang sangat kuat tapi lembut campuran antara bunga, buah dan rempah. Perisa (flavor) kompleks dan kekentalannya (body) yang kuat. Dalam praktek perdagangan Internasional beberapa penyangrai tingkat dunia memakai kata Kalosi dalam merk dagang,